Senin, 26 Desember 2016

TENTANG PERSIB





Dua hari lalu (14 Maret 2016) Persatuan Sepak Bola Indonesia Bandung atau Persib Bandung genap berusia 83 tahun. Selain sarat sejumlah prestasi di kancah sepak bola nasional, pendukung klub asal Bandung itu bisa jadi terbesar di Tanah Air. Bagaimana klub yang asalnya dari Kota Bandung dicintai bukan hanya warga dari kota asalnya, melainkan juga seluruh warga Jawa Barat dan warga Jawa Barat di perantauan?
KOMPAS/PRIYOMBODOViking, Kelompok suporter pendukung Persib Bandung, merayakan kemenangan saat klub ini berhasil mengalahkan PS Polri dalam laga persahabatan di Stadion Wibawa Mukti, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (12/3/2016). Persib Bandung menang 3-1 atas PS Polri.
Persib Bandung adalah tim sepak bola yang lahir di "Kota Kembang", tetapi dibanggakan penggemarnya di seluruh penjuru "Tanah Pasundan" atau Jawa Barat. Ketika Persib mengadakan pertandingan persahabatan di sejumlah daerah di Jawa Barat, antusiasme warga lokal untuk menonton pertandingan terbilang luar biasa. Salah satunya tergambar saat Persib berlaga di Stadion Wibawa Mukti Bekasi, Sabtu (12 Maret 2016) lalu, melawan PS Polri. Ribuan bobotoh (sebutan pendukung Persib) menyaksikan langsung pertandingan yang dimenangi Persib 3-1.
Sebelumnya, di final Piala Presiden Oktober 2015, puluhan ribu bobotoh juga memenuhi Stadion Gelora Bung Karno di Senayan, Jakarta, mendukung tim kebanggaannya. Di ajang final turnamen Piala Presiden itu, Persib menaklukkan Sriwijaya FC dengan skor 2-0. Selain di arena pertandingan, besarnya animo masyarakat terhadap Persib terlihat dari sangat mudahnya menemukan perbincangan tentang Persib di Jawa Barat, terutama menjelang pertandingan Persib. Di rantau pun orang-orang Jawa Barat dan Sunda sangat terbiasa membincangkan Persib. Mereka membicarakan Persib seperti bagian dari diri mereka sendiri.
"Bobotoh"
Merunut sejarahnya, Persib merupakan persatuan sepak bola yang pendiriannya erat dengan pembentukan identitas Bandung dan Jawa Barat. Kecintaan khalayak kepada Persib sudah muncul sejak klub sepak bola ini pertama berdiri pada 14 Maret 1933. Klub ini diidentikkan sebagai sepak bola kaum pribumi yang menantang dominasi prestasi kolonial Belanda. Sebelum lahir nama Persib, pada tahun 1923 di Kota Bandung berdiri Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond (BIVB). BIVB ini merupakan salah satu organisasi perjuangan kaum nasionalis pada masa itu dan menjadi salah satu pelopor berdirinya PSSI tahun 1930. Dari BIVB itu kemudian muncul dua perkumpulan sepak bola bernama Persatuan Sepak Bola Indonesia Bandung (PSIB) dan National Voetball Bond (NVB).
Pada 14 Maret 1933, kedua klub itu melebur dan lahirlah perkumpulan baru yang bernama Persib Bandung. Klub-klub yang bergabung ke dalam Persib kala itu ialah SIAP, Soenda, Singgalang, Diana, Matahari, OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA, dan Merapi. Tahun 1937, Persib meraih gelar juara perserikatan untuk pertama kali seusai mengalahkan Persis Solo di final yang digelar di Stadion Sriwedari, Solo. Kemenangan Persib di Solo itu didukung langsung oleh ratusan suporter atau "Bala Korawa" (sebutan suporter Persib lain) yang datang dari Bandung. Ketika memastikan diri menjuarai perserikatan untuk pertama kalinya itu, rombongan Persib Bandung disambut ribuan bobotoh di Bandung dan warga kota lainnya di Jawa Barat. Mereka juga mengelu-elukan pemain bintangnya yang semuanya pemain lokal dan sebagian besar orang Sunda. Dalam perkembangannya, penggemar Persib kemudian menamakan diri sebagai bobotoh, berasal dari bahasa Sunda yang artinya 'pendukung, memberikan dukungan, dorongan, dan semangat'.
Puncak antusiasme bobotoh terhadap Persib terjadi pada tahun 1980-an. Setiap kali Persib berlaga di Stadion Utama Senayan, puluhan ribu bobotoh dari seluruh Jawa Barat mengalir ke Jakarta untuk menyaksikan dan mendukung langsung tim kesayangannya.

Saat final Perserikatan di Senayan (Stadion Utama Gelora Bung Karno) yang mempertemukan Persib dan PSMS Medan tahun 1983, misalnya, mobilisasi lebih dari 100.000 orang menuju Jakarta serempak dilakukan di banyak daerah di Jabar. Bahkan, Gubernur Aang Kunaifi meminta aktivitas di Jawa Barat saat pertandingan final dihentikan sementara guna memberikan dukungan kepada Persib.
Meski Persib kalah 2-3 dari PSMS Medan lewat adu penalti, lolosnya Persib ke partai puncak itu diapresiasi pencinta sepak bola di Jawa Barat karena mereka bermaterikan pemain lokal. Bahkan, permainan Persib di laga itu memberikan rasa bangga bagi masyarakat Jawa Barat.
Pada kompetisi perserikatan berikutnya, demam Persib makin menjangkiti warga Jawa Barat. Pertandingan final yang digelar di Senayan mencatat rekor penonton terbesar dalam sejarah sepak bola nasional. Saat itu, stadion disesaki lebih dari 150.000 penonton, sebagian besar dari bobotoh Persib.
Padahal, kapasitas Senayan hanya mampu menampung 120.000 penonton. Dalam buku Asian footbal club 1987, pertandingan itu tercatat memecahkan rekor dunia sebagai pertandingan amatir dengan jumlah penonton terbanyak. Meski Persib kembali kalah 3-4 melalui adu penalti dari PSMS, sambutan bobotoh kepada tim kesayangannya tak pernah surut. Puncaknya saat Persib kembali tampil di laga final kompetisi perserikatan pada 11 Maret 1986. Kali ini menghadapi Perseman Manokwari, Papua. Lebih dari 100.000 bobotoh dari Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Majalengka, Cianjur, Kuningan, Cirebon, dan kota lainnya di Jawa Barat berbondong-bondong ke Jakarta. Dalam pertandingan final itu, Persib unggul 1-0 dan meraih juara perserikatan untuk ketiga kalinya.
Penantian panjang dahaga gelar selama 25 tahun pun tuntas. Sepanjang jalan dari Bogor hingga Bandung disesaki lautan manusia menyambut kemenangan Persib. Massa tak putus-putusnya berjajar dan melambaikan tangannya dan senyum kemenangan saat tim Persib melintas di jalan. Prestasi Persib yang relatif stabil pada dekade 1980-an hingga 1990-an, tak pelak, membuat publik sepak bola Jawa Barat tak bisa berpaling lagi dari Persib. Di mana pun Persib bertanding, ribuan bobotoh selalu menonton dan mendukungnya. Bahkan, jika main di kandang sendiri, bobotoh menyesaki stadion untuk mendukung tim kebanggaannya. Padahal, Persib bukan hanya satu-satunya klub sepak bola di Jawa Barat. Di Kabupaten Bandung ada klub Persatuan Sepak Bola Kabupaten Bandung (Persikab), Kabupaten Ciamis mempunyai PSGC Ciamis, Persikabo di Kabupaten Bogor, Persika di Karawang, Persipasi di Bekasi, Persikad di Depok, dan Persik di Kuningan. Semua klub tersebut berlaga di divisi utama, satu level lebih rendah dibandingkan dengan Liga Indonesia. Meski demikian, di daerah yang memiliki klub sepak bola itu, Persib tetap lebih populer dibandingkan klub setempat.
Bahkan, ketika tim sepak bola Bandung Raya yang juga berasal dari Bandung mencatat prestasi fenomenal dengan memenangi Liga Indonesia 1995/1996 yang sebelumnya dimenangi Persib, fanatisme bobotoh Jawa Barat dalam mendukung "Pangeran Biru" tak pernah surut. Seolah-olah Persib telah menjadi bagian tak terpisahkan dari bobotoh dan mereka rela melakukan apa pun hanya untuk mendukung klub kebanggaannya. Memori kolektif warga Jawa Barat terhadap kejayaan Persib itu sudah seperti layaknya budaya dan diwariskan secara turun-temurun. Bobotoh yang saat ini berusia 30-40 tahun, berdasarkan penelitian penulis, memiliki kenangan romantika masa kecil ketika diajak orangtuanya atau saat remaja menonton Persib di Stadion Siliwangi atau di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta.
Mereka pun kini kerap mengajak anak-anaknya menonton pertandingan Persib sama seperti yang dilakukan orangtua mereka kepadanya. Alhasil, selama ada Persib, budaya itu akan tetap hidup dan berkembang selama diwariskan kepada generasi berikutnya.
“Budaya Sunda”
Selain faktor ikatan sejarah dan pewarisan turun-temurun, secara implisit identitas Sunda atau Jawa Barat begitu melekat dalam jati diri Persib dan bobotoh. Istilah make manah, kalimat bahasa Sunda yang artinya menggunakan hati, adalah salah satu slogan bobotoh dalam mencintai klub Persib. Kecintaan terhadap Persib datang dari hati yang tulus. Ujaran "Persib nu aing" (Persib milikku) boleh jadi bukan semata pemeo belaka. Nu aing adalah bahasa Sunda yang egaliter untuk menunjukkan konteks "kepunyaanku".
Selain itu, Persib dijuluki sebagai si "Maung Bandung". Dalam mitologi Sunda, maung atau macan merupakan perwujudan metafisik dari Prabu Siliwangi, raja dari Kerajaan Sunda pada abad ke-14. Maka, penyebutan maung yang dilekatkan pada Persib dapat menunjukkan bahwa Persib sebetulnya bernilai emosional, yakni kebanggaan rakyat Sunda.
Tokoh Sunda Dedi Mulyadi yang juga menjabat Bupati Purwakarta mengakui Persib menjadi spirit orang Sunda. Dedi yang menjadikan budaya Sunda sebagai identitas daerahnya mengatakan, spirit Sunda dalam Persib sangat kuat.
Pendapat hampir senada disuarakan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan yang mengatakan kemenangan dua kali Persib 2014-2015 (Liga Indonesia dan Piala Presiden) memberikan makna kepada masyarakat Sunda agar selalu percaya diri untuk menang di kompetisi apa pun. Besarnya dukungan publik kepada Persib tak bisa dimungkiri karena klub itu sudah menjadi bagian dari budaya yang berkembang tidak hanya di Bandung, tetapi sudah mengakar ke seluruh Jawa Barat.
Menjadi bobotoh Persib pun pada akhirnya menjadi sebuah budaya yang diwariskan dari orangtua kepada anaknya. Dan, budaya ini tengah berlangsung dari tahun 1933 hingga sekarang ini. Wilujeng tepang taun, Persib!










Sumber :
http://print.kompas.com/baca/2016/03/16/Persib-Nyawa-Bobotoh 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar