Dua hari lalu (14 Maret
2016) Persatuan Sepak Bola Indonesia Bandung atau Persib Bandung genap berusia
83 tahun. Selain sarat sejumlah prestasi di kancah sepak bola nasional,
pendukung klub asal Bandung itu bisa jadi terbesar di Tanah Air. Bagaimana klub
yang asalnya dari Kota Bandung dicintai bukan hanya warga dari kota asalnya,
melainkan juga seluruh warga Jawa Barat dan warga Jawa Barat di perantauan?
KOMPAS/PRIYOMBODOViking, Kelompok
suporter pendukung Persib Bandung, merayakan kemenangan saat klub ini berhasil
mengalahkan PS Polri dalam laga persahabatan di Stadion Wibawa Mukti, Kabupaten
Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (12/3/2016). Persib Bandung menang 3-1 atas PS Polri.
Persib Bandung adalah
tim sepak bola yang lahir di "Kota Kembang", tetapi dibanggakan
penggemarnya di seluruh penjuru "Tanah Pasundan" atau Jawa Barat.
Ketika Persib mengadakan pertandingan persahabatan di sejumlah daerah di Jawa
Barat, antusiasme warga lokal untuk menonton pertandingan terbilang luar biasa.
Salah satunya tergambar saat Persib berlaga di Stadion Wibawa Mukti Bekasi,
Sabtu (12 Maret 2016) lalu, melawan PS Polri. Ribuan bobotoh (sebutan pendukung Persib) menyaksikan
langsung pertandingan yang dimenangi Persib 3-1.
Sebelumnya, di final
Piala Presiden Oktober 2015, puluhan ribu bobotoh juga
memenuhi Stadion Gelora Bung Karno di Senayan, Jakarta, mendukung tim
kebanggaannya. Di ajang final turnamen Piala Presiden itu, Persib menaklukkan
Sriwijaya FC dengan skor 2-0. Selain di arena pertandingan, besarnya animo
masyarakat terhadap Persib terlihat dari sangat mudahnya menemukan perbincangan
tentang Persib di Jawa Barat, terutama menjelang pertandingan Persib. Di rantau
pun orang-orang Jawa Barat dan Sunda sangat terbiasa membincangkan Persib.
Mereka membicarakan Persib seperti bagian dari diri mereka sendiri.
"Bobotoh"
Merunut sejarahnya,
Persib merupakan persatuan sepak bola yang pendiriannya erat dengan pembentukan
identitas Bandung dan Jawa Barat. Kecintaan khalayak kepada Persib sudah muncul
sejak klub sepak bola ini pertama berdiri pada 14 Maret 1933. Klub ini
diidentikkan sebagai sepak bola kaum pribumi yang menantang dominasi prestasi
kolonial Belanda. Sebelum lahir nama Persib, pada tahun 1923 di Kota Bandung
berdiri Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond (BIVB). BIVB ini merupakan salah satu
organisasi perjuangan kaum nasionalis pada masa itu dan menjadi salah satu
pelopor berdirinya PSSI tahun 1930. Dari BIVB itu kemudian muncul dua
perkumpulan sepak bola bernama Persatuan Sepak Bola Indonesia Bandung (PSIB)
dan National Voetball Bond (NVB).
Pada 14 Maret 1933,
kedua klub itu melebur dan lahirlah perkumpulan baru yang bernama Persib
Bandung. Klub-klub yang bergabung ke dalam Persib kala itu ialah SIAP, Soenda,
Singgalang, Diana, Matahari, OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA, dan Merapi. Tahun
1937, Persib meraih gelar juara perserikatan untuk pertama kali seusai
mengalahkan Persis Solo di final yang digelar di Stadion Sriwedari, Solo.
Kemenangan Persib di Solo itu didukung langsung oleh ratusan suporter atau
"Bala Korawa" (sebutan suporter Persib lain) yang datang dari
Bandung. Ketika memastikan diri menjuarai perserikatan untuk pertama kalinya
itu, rombongan Persib Bandung disambut ribuan bobotoh di
Bandung dan warga kota lainnya di Jawa Barat. Mereka juga mengelu-elukan pemain
bintangnya yang semuanya pemain lokal dan sebagian besar orang Sunda. Dalam
perkembangannya, penggemar Persib kemudian menamakan diri sebagai bobotoh, berasal dari bahasa Sunda yang artinya
'pendukung, memberikan dukungan, dorongan, dan semangat'.
Puncak antusiasme bobotoh terhadap Persib terjadi pada tahun
1980-an. Setiap kali Persib berlaga di Stadion Utama Senayan, puluhan ribu bobotoh dari seluruh Jawa Barat mengalir ke Jakarta
untuk menyaksikan dan mendukung langsung tim kesayangannya.
Saat final Perserikatan
di Senayan (Stadion Utama Gelora Bung Karno) yang mempertemukan Persib dan PSMS
Medan tahun 1983, misalnya, mobilisasi lebih dari 100.000 orang menuju Jakarta
serempak dilakukan di banyak daerah di Jabar. Bahkan, Gubernur Aang Kunaifi
meminta aktivitas di Jawa Barat saat pertandingan final dihentikan sementara
guna memberikan dukungan kepada Persib.
Meski Persib kalah 2-3
dari PSMS Medan lewat adu penalti, lolosnya Persib ke partai puncak itu
diapresiasi pencinta sepak bola di Jawa Barat karena mereka bermaterikan pemain
lokal. Bahkan, permainan Persib di laga itu memberikan rasa bangga bagi
masyarakat Jawa Barat.
Pada kompetisi
perserikatan berikutnya, demam Persib makin menjangkiti warga Jawa Barat.
Pertandingan final yang digelar di Senayan mencatat rekor penonton terbesar
dalam sejarah sepak bola nasional. Saat itu, stadion disesaki lebih dari
150.000 penonton, sebagian besar dari bobotoh Persib.
Padahal, kapasitas
Senayan hanya mampu menampung 120.000 penonton. Dalam buku Asian footbal club 1987, pertandingan itu tercatat
memecahkan rekor dunia sebagai pertandingan amatir dengan jumlah penonton
terbanyak. Meski Persib kembali kalah 3-4 melalui adu penalti dari PSMS,
sambutan bobotoh kepada tim kesayangannya tak pernah surut.
Puncaknya saat Persib kembali tampil di laga final kompetisi perserikatan pada
11 Maret 1986. Kali ini menghadapi Perseman Manokwari, Papua. Lebih dari 100.000 bobotoh dari Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis,
Majalengka, Cianjur, Kuningan, Cirebon, dan kota lainnya di Jawa Barat
berbondong-bondong ke Jakarta. Dalam pertandingan final itu, Persib unggul 1-0
dan meraih juara perserikatan untuk ketiga kalinya.
Penantian panjang dahaga
gelar selama 25 tahun pun tuntas. Sepanjang jalan dari Bogor hingga Bandung
disesaki lautan manusia menyambut kemenangan Persib. Massa tak putus-putusnya
berjajar dan melambaikan tangannya dan senyum kemenangan saat tim Persib melintas
di jalan. Prestasi Persib yang relatif stabil pada dekade 1980-an hingga
1990-an, tak pelak, membuat publik sepak bola Jawa Barat tak bisa berpaling
lagi dari Persib. Di mana pun Persib bertanding, ribuan bobotoh selalu menonton dan mendukungnya. Bahkan,
jika main di kandang sendiri, bobotoh menyesaki
stadion untuk mendukung tim kebanggaannya. Padahal, Persib bukan hanya
satu-satunya klub sepak bola di Jawa Barat. Di Kabupaten Bandung ada klub
Persatuan Sepak Bola Kabupaten Bandung (Persikab), Kabupaten Ciamis mempunyai
PSGC Ciamis, Persikabo di Kabupaten Bogor, Persika di Karawang, Persipasi di
Bekasi, Persikad di Depok, dan Persik di Kuningan. Semua klub tersebut berlaga
di divisi utama, satu level lebih rendah dibandingkan dengan Liga Indonesia. Meski
demikian, di daerah yang memiliki klub sepak bola itu, Persib tetap lebih
populer dibandingkan klub setempat.
Bahkan, ketika tim sepak
bola Bandung Raya yang juga berasal dari Bandung mencatat prestasi fenomenal
dengan memenangi Liga Indonesia 1995/1996 yang sebelumnya dimenangi Persib,
fanatisme bobotoh Jawa Barat dalam
mendukung "Pangeran Biru" tak pernah surut. Seolah-olah Persib telah
menjadi bagian tak terpisahkan dari bobotoh dan
mereka rela melakukan apa pun hanya untuk mendukung klub kebanggaannya. Memori
kolektif warga Jawa Barat terhadap kejayaan Persib itu sudah seperti layaknya
budaya dan diwariskan secara turun-temurun. Bobotoh yang
saat ini berusia 30-40 tahun, berdasarkan penelitian penulis, memiliki kenangan
romantika masa kecil ketika diajak orangtuanya atau saat remaja menonton Persib
di Stadion Siliwangi atau di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta.
Mereka pun kini kerap
mengajak anak-anaknya menonton pertandingan Persib sama seperti yang dilakukan
orangtua mereka kepadanya. Alhasil, selama ada Persib, budaya itu akan tetap
hidup dan berkembang selama diwariskan kepada generasi berikutnya.
“Budaya Sunda”
Selain faktor ikatan
sejarah dan pewarisan turun-temurun, secara implisit identitas Sunda atau Jawa
Barat begitu melekat dalam jati diri Persib dan bobotoh.
Istilah make manah, kalimat bahasa Sunda yang artinya
menggunakan hati, adalah salah satu slogan bobotoh dalam
mencintai klub Persib. Kecintaan terhadap Persib datang dari hati yang tulus.
Ujaran "Persib nu aing" (Persib milikku) boleh jadi bukan semata
pemeo belaka. Nu aing adalah bahasa Sunda
yang egaliter untuk menunjukkan konteks "kepunyaanku".
Selain itu, Persib
dijuluki sebagai si "Maung Bandung". Dalam mitologi Sunda, maung atau macan merupakan perwujudan metafisik
dari Prabu Siliwangi, raja dari Kerajaan Sunda pada abad ke-14. Maka,
penyebutan maung yang dilekatkan pada
Persib dapat menunjukkan bahwa Persib sebetulnya bernilai emosional, yakni
kebanggaan rakyat Sunda.
Tokoh Sunda Dedi Mulyadi
yang juga menjabat Bupati Purwakarta mengakui Persib menjadi spirit orang
Sunda. Dedi yang menjadikan budaya Sunda sebagai identitas daerahnya mengatakan,
spirit Sunda dalam Persib sangat kuat.
Pendapat hampir senada
disuarakan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan yang mengatakan kemenangan dua
kali Persib 2014-2015 (Liga Indonesia dan Piala Presiden) memberikan makna
kepada masyarakat Sunda agar selalu percaya diri untuk menang di kompetisi apa
pun. Besarnya dukungan publik kepada Persib tak bisa dimungkiri karena klub itu
sudah menjadi bagian dari budaya yang berkembang tidak hanya di Bandung, tetapi
sudah mengakar ke seluruh Jawa Barat.
Menjadi bobotoh Persib pun pada akhirnya menjadi sebuah
budaya yang diwariskan dari orangtua kepada anaknya. Dan, budaya ini tengah
berlangsung dari tahun 1933 hingga sekarang ini. Wilujeng tepang taun, Persib!
Sumber :
http://print.kompas.com/baca/2016/03/16/Persib-Nyawa-Bobotoh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar