Senin, 26 Desember 2016

Nasi Padang

Ketika membicarakan tentang masakan padang , mungkin yang terlintas dipikiran kamu yaitu rendang , dan makanan yang mengandung banyak kolesterol. Mungkin tidak diragukan lagi masakan papdang memang menjadi salah satu makanan favorit di Indonesia , sebut saja rendang makanan ini menjadi salah satu makanan terenak di dunia. Tapi, pernahkah kamu bertanya tanya kenapa porsi nasi padang jika dibawa pulang (dibungkus) lebih banyak ketimbang makan di tempat??
Ketika kita membeli nasi padang dan makan ditempat biasanya pelayan akan memberikan kita hanya satu centong nasi, tapi jika kita membeli nasi padang dibungkus maka kita akan mendapatkan porsi yang jauh lebih banyak biasanya 2-3 centong nasi. Nah, sejarah tersebut dimulai ketika zaman penjajahan Belanda , Ketika itu yang makan ditempat hanyalah saudagar kaya dan juga penjajah Belanda saja , Mereka itu biasanya yang meramaikan rumah makan padang dahulunya.
Namun, pemilik rumah makan padang ingin orang-orang pribumi dapat menikmati juga masakan daerahnya sendiri. Maka, diakalilah dengan cara di bungkus. Orang-orang pribumi dapat menikmati masakan daerah sendiri dengan cara tidak makan di tempat. Porsi nasinya pun diberikan dalam tangkup yang lebih banyak agar orang pribumi dapat berbagi dengan lainnya.  Jadi dengan membeli satu bungkus nasi padang sudah dapat dinikmati oleh dua orang. Dahulu rumah makan padang juga dikenal dengan rumah makan Ampera. Nama Ampera sendiri berasal dari Amanat Penderitaan Rakyat. Sehingga biasanya rumah makan  bernama Ampera jauh lebih murah dari rumah makan yang biasa.
Nah tertarik mau coba makan nasi padang nanti ketika makan siang??? Jangan lupa di bungkus ya supaya bisa dapat lebih banyak.












Sumber :

http://www.rentalmobilalfatih.com/?p=251

Sertifikat Seminar Nasional dan Bedah Buku ( Struktur Fundamental Pedagogik Kritis Paulo Freire )


TENTANG PERSIB





Dua hari lalu (14 Maret 2016) Persatuan Sepak Bola Indonesia Bandung atau Persib Bandung genap berusia 83 tahun. Selain sarat sejumlah prestasi di kancah sepak bola nasional, pendukung klub asal Bandung itu bisa jadi terbesar di Tanah Air. Bagaimana klub yang asalnya dari Kota Bandung dicintai bukan hanya warga dari kota asalnya, melainkan juga seluruh warga Jawa Barat dan warga Jawa Barat di perantauan?
KOMPAS/PRIYOMBODOViking, Kelompok suporter pendukung Persib Bandung, merayakan kemenangan saat klub ini berhasil mengalahkan PS Polri dalam laga persahabatan di Stadion Wibawa Mukti, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (12/3/2016). Persib Bandung menang 3-1 atas PS Polri.
Persib Bandung adalah tim sepak bola yang lahir di "Kota Kembang", tetapi dibanggakan penggemarnya di seluruh penjuru "Tanah Pasundan" atau Jawa Barat. Ketika Persib mengadakan pertandingan persahabatan di sejumlah daerah di Jawa Barat, antusiasme warga lokal untuk menonton pertandingan terbilang luar biasa. Salah satunya tergambar saat Persib berlaga di Stadion Wibawa Mukti Bekasi, Sabtu (12 Maret 2016) lalu, melawan PS Polri. Ribuan bobotoh (sebutan pendukung Persib) menyaksikan langsung pertandingan yang dimenangi Persib 3-1.
Sebelumnya, di final Piala Presiden Oktober 2015, puluhan ribu bobotoh juga memenuhi Stadion Gelora Bung Karno di Senayan, Jakarta, mendukung tim kebanggaannya. Di ajang final turnamen Piala Presiden itu, Persib menaklukkan Sriwijaya FC dengan skor 2-0. Selain di arena pertandingan, besarnya animo masyarakat terhadap Persib terlihat dari sangat mudahnya menemukan perbincangan tentang Persib di Jawa Barat, terutama menjelang pertandingan Persib. Di rantau pun orang-orang Jawa Barat dan Sunda sangat terbiasa membincangkan Persib. Mereka membicarakan Persib seperti bagian dari diri mereka sendiri.
"Bobotoh"
Merunut sejarahnya, Persib merupakan persatuan sepak bola yang pendiriannya erat dengan pembentukan identitas Bandung dan Jawa Barat. Kecintaan khalayak kepada Persib sudah muncul sejak klub sepak bola ini pertama berdiri pada 14 Maret 1933. Klub ini diidentikkan sebagai sepak bola kaum pribumi yang menantang dominasi prestasi kolonial Belanda. Sebelum lahir nama Persib, pada tahun 1923 di Kota Bandung berdiri Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond (BIVB). BIVB ini merupakan salah satu organisasi perjuangan kaum nasionalis pada masa itu dan menjadi salah satu pelopor berdirinya PSSI tahun 1930. Dari BIVB itu kemudian muncul dua perkumpulan sepak bola bernama Persatuan Sepak Bola Indonesia Bandung (PSIB) dan National Voetball Bond (NVB).
Pada 14 Maret 1933, kedua klub itu melebur dan lahirlah perkumpulan baru yang bernama Persib Bandung. Klub-klub yang bergabung ke dalam Persib kala itu ialah SIAP, Soenda, Singgalang, Diana, Matahari, OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA, dan Merapi. Tahun 1937, Persib meraih gelar juara perserikatan untuk pertama kali seusai mengalahkan Persis Solo di final yang digelar di Stadion Sriwedari, Solo. Kemenangan Persib di Solo itu didukung langsung oleh ratusan suporter atau "Bala Korawa" (sebutan suporter Persib lain) yang datang dari Bandung. Ketika memastikan diri menjuarai perserikatan untuk pertama kalinya itu, rombongan Persib Bandung disambut ribuan bobotoh di Bandung dan warga kota lainnya di Jawa Barat. Mereka juga mengelu-elukan pemain bintangnya yang semuanya pemain lokal dan sebagian besar orang Sunda. Dalam perkembangannya, penggemar Persib kemudian menamakan diri sebagai bobotoh, berasal dari bahasa Sunda yang artinya 'pendukung, memberikan dukungan, dorongan, dan semangat'.
Puncak antusiasme bobotoh terhadap Persib terjadi pada tahun 1980-an. Setiap kali Persib berlaga di Stadion Utama Senayan, puluhan ribu bobotoh dari seluruh Jawa Barat mengalir ke Jakarta untuk menyaksikan dan mendukung langsung tim kesayangannya.

Saat final Perserikatan di Senayan (Stadion Utama Gelora Bung Karno) yang mempertemukan Persib dan PSMS Medan tahun 1983, misalnya, mobilisasi lebih dari 100.000 orang menuju Jakarta serempak dilakukan di banyak daerah di Jabar. Bahkan, Gubernur Aang Kunaifi meminta aktivitas di Jawa Barat saat pertandingan final dihentikan sementara guna memberikan dukungan kepada Persib.
Meski Persib kalah 2-3 dari PSMS Medan lewat adu penalti, lolosnya Persib ke partai puncak itu diapresiasi pencinta sepak bola di Jawa Barat karena mereka bermaterikan pemain lokal. Bahkan, permainan Persib di laga itu memberikan rasa bangga bagi masyarakat Jawa Barat.
Pada kompetisi perserikatan berikutnya, demam Persib makin menjangkiti warga Jawa Barat. Pertandingan final yang digelar di Senayan mencatat rekor penonton terbesar dalam sejarah sepak bola nasional. Saat itu, stadion disesaki lebih dari 150.000 penonton, sebagian besar dari bobotoh Persib.
Padahal, kapasitas Senayan hanya mampu menampung 120.000 penonton. Dalam buku Asian footbal club 1987, pertandingan itu tercatat memecahkan rekor dunia sebagai pertandingan amatir dengan jumlah penonton terbanyak. Meski Persib kembali kalah 3-4 melalui adu penalti dari PSMS, sambutan bobotoh kepada tim kesayangannya tak pernah surut. Puncaknya saat Persib kembali tampil di laga final kompetisi perserikatan pada 11 Maret 1986. Kali ini menghadapi Perseman Manokwari, Papua. Lebih dari 100.000 bobotoh dari Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Majalengka, Cianjur, Kuningan, Cirebon, dan kota lainnya di Jawa Barat berbondong-bondong ke Jakarta. Dalam pertandingan final itu, Persib unggul 1-0 dan meraih juara perserikatan untuk ketiga kalinya.
Penantian panjang dahaga gelar selama 25 tahun pun tuntas. Sepanjang jalan dari Bogor hingga Bandung disesaki lautan manusia menyambut kemenangan Persib. Massa tak putus-putusnya berjajar dan melambaikan tangannya dan senyum kemenangan saat tim Persib melintas di jalan. Prestasi Persib yang relatif stabil pada dekade 1980-an hingga 1990-an, tak pelak, membuat publik sepak bola Jawa Barat tak bisa berpaling lagi dari Persib. Di mana pun Persib bertanding, ribuan bobotoh selalu menonton dan mendukungnya. Bahkan, jika main di kandang sendiri, bobotoh menyesaki stadion untuk mendukung tim kebanggaannya. Padahal, Persib bukan hanya satu-satunya klub sepak bola di Jawa Barat. Di Kabupaten Bandung ada klub Persatuan Sepak Bola Kabupaten Bandung (Persikab), Kabupaten Ciamis mempunyai PSGC Ciamis, Persikabo di Kabupaten Bogor, Persika di Karawang, Persipasi di Bekasi, Persikad di Depok, dan Persik di Kuningan. Semua klub tersebut berlaga di divisi utama, satu level lebih rendah dibandingkan dengan Liga Indonesia. Meski demikian, di daerah yang memiliki klub sepak bola itu, Persib tetap lebih populer dibandingkan klub setempat.
Bahkan, ketika tim sepak bola Bandung Raya yang juga berasal dari Bandung mencatat prestasi fenomenal dengan memenangi Liga Indonesia 1995/1996 yang sebelumnya dimenangi Persib, fanatisme bobotoh Jawa Barat dalam mendukung "Pangeran Biru" tak pernah surut. Seolah-olah Persib telah menjadi bagian tak terpisahkan dari bobotoh dan mereka rela melakukan apa pun hanya untuk mendukung klub kebanggaannya. Memori kolektif warga Jawa Barat terhadap kejayaan Persib itu sudah seperti layaknya budaya dan diwariskan secara turun-temurun. Bobotoh yang saat ini berusia 30-40 tahun, berdasarkan penelitian penulis, memiliki kenangan romantika masa kecil ketika diajak orangtuanya atau saat remaja menonton Persib di Stadion Siliwangi atau di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta.
Mereka pun kini kerap mengajak anak-anaknya menonton pertandingan Persib sama seperti yang dilakukan orangtua mereka kepadanya. Alhasil, selama ada Persib, budaya itu akan tetap hidup dan berkembang selama diwariskan kepada generasi berikutnya.
“Budaya Sunda”
Selain faktor ikatan sejarah dan pewarisan turun-temurun, secara implisit identitas Sunda atau Jawa Barat begitu melekat dalam jati diri Persib dan bobotoh. Istilah make manah, kalimat bahasa Sunda yang artinya menggunakan hati, adalah salah satu slogan bobotoh dalam mencintai klub Persib. Kecintaan terhadap Persib datang dari hati yang tulus. Ujaran "Persib nu aing" (Persib milikku) boleh jadi bukan semata pemeo belaka. Nu aing adalah bahasa Sunda yang egaliter untuk menunjukkan konteks "kepunyaanku".
Selain itu, Persib dijuluki sebagai si "Maung Bandung". Dalam mitologi Sunda, maung atau macan merupakan perwujudan metafisik dari Prabu Siliwangi, raja dari Kerajaan Sunda pada abad ke-14. Maka, penyebutan maung yang dilekatkan pada Persib dapat menunjukkan bahwa Persib sebetulnya bernilai emosional, yakni kebanggaan rakyat Sunda.
Tokoh Sunda Dedi Mulyadi yang juga menjabat Bupati Purwakarta mengakui Persib menjadi spirit orang Sunda. Dedi yang menjadikan budaya Sunda sebagai identitas daerahnya mengatakan, spirit Sunda dalam Persib sangat kuat.
Pendapat hampir senada disuarakan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan yang mengatakan kemenangan dua kali Persib 2014-2015 (Liga Indonesia dan Piala Presiden) memberikan makna kepada masyarakat Sunda agar selalu percaya diri untuk menang di kompetisi apa pun. Besarnya dukungan publik kepada Persib tak bisa dimungkiri karena klub itu sudah menjadi bagian dari budaya yang berkembang tidak hanya di Bandung, tetapi sudah mengakar ke seluruh Jawa Barat.
Menjadi bobotoh Persib pun pada akhirnya menjadi sebuah budaya yang diwariskan dari orangtua kepada anaknya. Dan, budaya ini tengah berlangsung dari tahun 1933 hingga sekarang ini. Wilujeng tepang taun, Persib!










Sumber :
http://print.kompas.com/baca/2016/03/16/Persib-Nyawa-Bobotoh 

Resume UUD No 23 Tahun 2003

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Salah satu tuntutan gerakan reformasi tahun 1998, ialah diadakannya reformasi dalam bidang pendidikan. Forum Rektor yang lahir 7 Nopember 1998 di Bandung, juga mendeklarasikan perlunya reformasi budaya, melalui reformasi pendidikan. Tuntutan reformasi itu, dipenuhi oleh DPR-RI, bersama dengan pemerintah, dengan disahkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tanggal 11 Juni 2003 yang lalu. Sistem Pendidikan Nasional yang handal dan visioner sudah harus diketemukan, agar mampu menjawab globalisasi dan membawa Indonesia hidup sama hormat dan sederajat dalam panggung kehidupan internasional dengan bangsa-bangsa maju lainnya. Suatu Sistem Pendidikan Nasional yang mampu mengantarkan orang Indonesia menjadi warga dunia modern tanpa kehilangan jati dirinya.
Pada era reformasi, sistem pendidikan nasional masih diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989, yang banyak pihak menilainya bahwa UU tersebut tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, yang atas dasar itulah kemudian disusun Undang-Undang yang baru tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang meskipun melalui perdebatan yang cukup rumit dan melelahkan, namun akhirnya dapat disahkan menjadi Undang-Undang.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian Pendidikan Menurut UU No 20 Tahun 2003?
2.      Bagaimana Karakter Pendidikan Menurut UU No 20 Tahun 2003?
3.      Apa saja Peran Dan Tugas Guru Menurut UU No 20 Tahun 2003?
4.      Bagaimana Upaya yang Harus Dilakukan Pemerintah dalam Mengatasi Permasalahan Pendidikan?



C.    Tujuan Makalah
1.      Mengetahui apa itu pengertian Pendidikan Menurut UU No 20 Tahun 2003
2.      Mengetahui bagaimana Karakter Pendidikan Menurut UU No 20 Tahun 2003
3.      Mengetahui apa saja Peran Dan Tugas Guru Menurut UU No 20 Tahun 2003
4.      Mengetahui bagaimana Upaya yang Harus Dilakukan Pemerintah dalam Mengatasi Permasalahan Pendidikan

D.    Manfaat Makalah
Dengan adanya makalah ini sedikit tidaknya para pembaca dapat menambah pengetahuan dan wawasan  tentang perjalanan Sejarah  pendidikan di Indonesia.

E.     Metode Penulisan
Metode penulisan yang dipakai untuk menyelesaikan makalah ini adalah metode kajian pustaka, yaitu mencari berbagai informasi baik dari buku , internet, maupun sumber-sumber lainnya yang mendukung dalam  pembuatan  makalah  ini.















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pendidikan Menurut UU No 20 Tahun 2003
Menurut Undang-Undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 Pendidikan adalah "Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara” (Pasal 1, ayat 1).
Pendidikan nasional "pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman” (Pasal 1, ayat 2).
Sistem pendidikan nasional adalah "keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional” (Pasal 1, ayat 3).
Dasar dibentuknya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional :
1.      Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 alenia ke empat
2.      Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
3.      Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak memadai lagi dan perlu diganti serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sistem pendidikan nasional diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Penggantian UU Sistem Pendidikan Nasional No 2 Tahun 1989 menjadi UU No 20 Tahun 2003 disebabkan adanya reformasi dalam pemerintahan yang bersifat sentralistik menjadi desentralistik ditandai dengan adanya otonomi daerah. Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal, yaitu:
Bab 1. Ketentuan Umum
Bab 2. Dasar, Fungsi, dan Tujuan
Bab 3. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan
Bab 4. Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang Tua, Masyarakat dan Pemerintah
Bab 5. Peserta Didik
Bab 6. Jalur, Jenjang, dan Jenis Pendidikan
Bab 7. Bahasa Pengantar
Bab 8. Wajib Belajar
Bab 9. Standar Nasional Pendidikan
Bab 10. Kurikulum
Bab 11. Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Bab 12. Sarana dan Prasarana Pendidikan
Bab 13. Pendanaan Pendidikan
Bab 14. Pengelolaan Pendidikan
Bab 15. Peran Serta Masyarakat Dalam Pendidikan
Bab 16. Evaluasi, Akreditasi, dan Sertifikasi
Bab 17. Pendirian Satuan Pendidikan
Bab 18. Penyelenggaraan Pendidikan Oleh Lembaga Negara Lain
Bab 19. Pengawasan
Bab 20. Ketentuan Pidana
Bab 21. Ketentuan Peralihan
Bab 22. Ketentuan Penutup
Beberapa di antara sarana penunjang dalam sistem pendidikan kita adalah:
·         Hak dan Kewajiban dalam Bab IV, pasal 5 : "Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu", dan "Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan".
·         Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu ( UU No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 19 ).
·         Penyediaan Sumber Daya Pendidikan yang meliputi: gedung dan perlengkapannya, sumber belajar seperti buku-buku dan alat-alat bantu mengajar dan dana yang memadai.
·         Tujuan Pendidikan Nasional dalam UU No. 20 tahun 2003 Bab II pasal 3 yang menegaskan bahwa : “Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
·         Komponen-Komponen Sistem Pendidikan Nasional : satuan pendidikan sekolah dan satuan pendidikan luar sekolah.
·         Fungsi Pendidikan Nasional dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 2, yakni : "mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa".Tujuan Pendidikan Nasional dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 2 : "Untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab".
·         Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan dalam Bab III, pasal 4 : "Pendidikan diselenggarakan dengan prinsip demokratis, berkeadilan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa; prinsip satu kesatuan yang sistemik; prinsip pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik; prinsip keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik; prinsip pengembangan budaya membaca, menulis dan berhitung; prinsip pemberdayaan semua komponen masyarakat".
·         Peserta Didik dalam Bab V, pasal 12 bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak : "mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama", dan "mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya".
·         Bentuk Penyelenggaraan Pendidikan dalam Pasal 13 disebutkan : "Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya", dan "diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui melalui jarak jauh".tatap muka dan/atau
·         Standar Nasional Pendidikan dalam Bab IX, pasal 35, menyebutkan : "Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala".
·         Pendidik dan Tenaga Kependidikan pada Bab XI pasal 40 ayat 2 : "Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban : Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis; Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya".
·         Sarana dan Prasarana Pendidikan dalam Bab XII pasal 45 ayat 1 : "Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik".
·         Pendanaan Pendidikan pada pasal 46 ayat 1 yang menetapkan: "Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat". Dan pasal 47 ayat a dan 2, yakni : "Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan berkelanjutan, dan Pemerintah, Pemerintah Daerah, serta masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku".

B.     Karakter Pendidikan Menurut UU No 20 Tahun 2003
Pendidikan yang mencakup tiga dimensi. Yaitu dimensi ketuhanan, pribadi dan sosial. Artinya, pendidikan bukan diarahkan pada pendidikan yang sekuler, bukan pada pendidikan individualistik, dan bukan pula pada pendidikan sosialistik. Tapi dari defenisi pendidikan ini, pendidikan yang diarahkan di Indonesia itu adalah pendidikan mencari keseimbangan antara ketuhanan, individu dan sosial.
Dimesi ketuhanan yang menjadi tujuan pendidikan ini tak menjadikan pendidikan menjadi pendidikan yang sekuler. Karena dalam pendidikan sekuler, agama hanya akan dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran tanpa menjadikannya dasar dari ilmu yang dipelajari. Dengan menjadikan agama sebagai landasasan, generasi Indonesia menjadi generasi mempunyai karakterisitik sendiri sebagaimana yang sering disebut dalam pendidikan karakter. Pendidikan yang mencakup dimensi ketuhanan akan menjadikan agama sebagai landasan. Bukan memisahkan antara keduanya. Karena ketika keduanya dipisahkan, bagaimana tidak generasi yang dihasilkan itu adalah generasi muda yang berkepribadian ganda dan berprilaku buruk. Dan ini menjadi salah satu jalan pembentukan karakter bagi generasi muda Indonesia.
Kemudian pendidikan juga tidak mengajarkan pada pendidikan individualistik, yaitu pendidikan yang mengunggulkan diri sendiri namun hanya untuk kepentingan diri sendiri.  Pendidikan Indonesia juga tidak berupa pendidikan sosialistik yang menempatkan pendidikan sebagai layanan publik dan membebankan tanggung jawab penyedian-pembiayaan pendidikan kepada negara. Menurut UU no 20 tahun 2003, pendidikan itu usaha sadar untuk mengembangkan potensi keterampilan peserta didik dalam hal keterampilan yang diperlukan diri peserta didik, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan keterampilan yang diberikan kepada peserta didik, peserta didik dapat mengembangkan diri dengan petensi tersebut. Ketika keterampilan ini benar-benar tercapai, tak ada lagi manusia yang membebankan manusia lain. Masing-masingnya punya keterampilan, maka dengan keterampilan masing-masing, masing-masing individu berpeluang mengembangkan dirinya. Jadi tidak membebankan semuanya pada negara. Bukan sekuler, bukan individualistik dan bukan sosialistik, namun penyeimbangan dari ketiganya.
Pendidikan dalam UU no 20 tahun 2003 itu adalah mengembangkan potensi peserta didik yang menjadikan agama sebagai landasan utama hidupnya, tidak mementingkan kepentingan sendiri dan memiliki keterampilan yang berguna untuk dirinya dan orang-orang sekitarnya.

C.    Peran Dan Tugas Guru Menurut UU No 20 Tahun 2003
1) Guru Sebagai Pendidik
Guru harus mempunyai standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggungjawab, wibawa, mandiri dan disiplin. Sebagai pendidik guru harus berani mengambil keputusan secara mandiri berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik dan lingkungan.
2)  Guru Sebagai Pengajar
Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi dan memahami materi standar yang dipelajari. Guru sebagai pengajar, harus terus mengikuti perkembangan teknologi, sehinga apa yang disampaikan kepada peserta didik merupakan hal-hal yang update dan tidak ketinggalan jaman.
3)  Guru Sebagai Pembimbing
Sebagai pembimbing, guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan yang harus ditempuh, menggunakan petunjuk perjalanan serta menilai kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Sebagai pembimbing semua kegiatan yang dilakukan oleh guru harus berdasarkan kerjasama yang baik antara guru dengan peserta didik. Guru memiliki hak dan tanggungjawab dalam setiap perjalanan yang direncanakan dan dilaksanakannya.
4) Guru Sebagai Pengarah
Sebagai pengarah guru harus mampu mengarkan peserta didik dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi, mengarahkan peserta didik dalam mengambil suatu keputusan dan menemukan jati dirinya.
5)  Guru Sebagai Pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan ketrampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih, yang bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar sesuai dengan potensi masing-masing peserta didik.


6)  Guru Sebagai Penilai
Penilaian atau evalusi merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variabel lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian.

D.     Upaya yang Harus Dilakukan Pemerintah dalam Mengatasi Permasalahan
Demi terwujudnya sistem pendidikan nasional, maka pemerintah perlu melihat fakta di lapangan, bagaimana penerapan kebijakan yang telah ditetapkan Apabila memang sudah berjalan dengan baik, maka pemerintah boleh saja menambah kebijakan-kebijakan baru yang akan semakin meningkatkan mutu pendidikan. Tetapi, apabila kebijakan tersebut belum mampu dilaksanakan dengan baik, seharusnya pemerintah menyadari dan harus segera mengevaluasi kekurangannya agar segera ditemukan solusi untuk mengatasi kekurangan tersebut. Pemerintah jangan hanya pandai membuat kebijakan, tetapi tidak dapat mengevaluasi hasil dari kebijakan itu sendiri.














BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pendidikan merupakan suatu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia. Mulai dari kandungan sampai beranjak dewasa kemudian tua. Manusia mengalami proses pendidikan yang didapatnya dari orang tua, masyarakat, maupun lingkungannya. 
Pendidikan sebagai hak asasi setiap individu anak bangsa telah diakui dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan. Sedangkan ayat (2)-nya menyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Oleh karena itu, seluruh komponen bangsa baik orang tua, masyarakat, maupun pemerintah bertanggungjawab mencerdaskan bangsa melalui pendidikan.
Hal ini adalah salah satu tujuan bangsa Indonesia yang diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945 alinea IV. Pembaharuan sistem pendidikan nasional dilakukan untuk memperbaharui visi, misi, dan strategi pendidikan nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi agar terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa. Hal itu dilakukan untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia supaya berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

B.     Saran   
Diharapkan agar semua elemen masyarakat indonesia dapat mengetahui lebih dalam tentang pendidikan terutama sejarah pendidikan di indonesia. Dengan demikian kita dapat merasakan perjuangan yang dulu telah di perjuangkan dan kita bisa  meningkatkan mutu dari pendidikan tersebut.